Setiap manusia pasti memiliki kebutuhan baik
itu kebutuhan pokok maupun kebutuhan pelengkap. Kebutuhan pokok seperti
kebutuhan akan makanan, penutup aurat, tempat tinggal, Pendidikan dan sebagainya. Kebutuhan
pelengkap seperti alat komunikasi, kendaraan dan sebagainya. Terkadang dalam
memenuhi kebutuhan kita belum diberikan kemampuan yang cukup untuk merealisasikanya
sedangkan kita dalam keadaan membutuhkan. Dalam memenuhi kebutuhan sudah hal
yang biasa kita melakukan pinjaman baik itu dari saudara maupun teman. Dalam pinjaman
ada yang secara sukarela tanpa adanya aset yang dijaminkan ada pula dengan
memberikan jaminan berupa aset atau disebut sebagai gadai.
Gadai/ Rahn adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman nya.[1] Landasan hukum rahn tertulis dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 283 :
"jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)................"
Rukun Rahn
1. Rahin (yang menggadaikan)
2. Murtahin (Yang menerima gadai)
3. Marhun/ Rahn (barang yang digadaikan)
4. Marhun bih (hutang)
5. Sighat (Ijab dan Qabul)
Status barang gadai, pada dasarnya
barang digadaikan adalah sebagai jaminan dari peminjam untuk dipegang oleh si
pemberi pinjaman. Sehingga barang gadai adalah amanah yang harus dijaga oleh si
pemberi pinjaman. Barang gadai tetap menjadi milik yang berhutang (Rahin). Biaya
perawatan ditanggung oleh Rahin karena memang barang yang digadaikan adalah
miliknya. Perlu digaris bawahi tujuan gadai adalah sebagai bentuk jaminan
kepercayaan dan keamanan dan bukan untuk memberi keuntungan pada Murtahin.[2]
Penggunaan barang gadai oleh rahin, pada
masyarakat menjadi hal yang biasa barang gadai dimanfaatkan oleh Murtahin. Contoh
dalam gadai motor, rahin menawarkan motornya kepada murtahin sebagai barang gadai. Meskipun tidak
secara jelas disampaikan bahwa motor tersebut boleh dipakai, tetapi karena
sudah menjadi kebiasaan barang gadai digunakan oleh murtahin. Sehingga secara
tidak langsung menggunakan barang gadai merupakan syarat bagi murtahin Ketika menggadai
motor tersebut. Jika kita melihat kembali bahwa pada dasarnya rahn adalah
transaksi pinjam meminjam dimana barang gadai adalah sebagai jaminan saja. Maka
kegiatan pemanfaatan barang gadai adalah termasuk riba. Karena berdasarkan
kaidah bahwa setiap manfaat dari utang piutang adalah riba.[3]