Sabtu, 03 Oktober 2020

Pemanfaatan Barang Gadai

 

    Setiap manusia pasti memiliki kebutuhan baik itu kebutuhan pokok maupun kebutuhan pelengkap. Kebutuhan pokok seperti kebutuhan akan makanan, penutup aurat, tempat tinggal, Pendidikan dan sebagainya. Kebutuhan pelengkap seperti alat komunikasi, kendaraan dan sebagainya. Terkadang dalam memenuhi kebutuhan kita belum diberikan kemampuan yang cukup untuk merealisasikanya sedangkan kita dalam keadaan membutuhkan. Dalam memenuhi kebutuhan sudah hal yang biasa kita melakukan pinjaman baik itu dari saudara maupun teman. Dalam pinjaman ada yang secara sukarela tanpa adanya aset yang dijaminkan ada pula dengan memberikan jaminan berupa aset atau disebut sebagai gadai.

                Gadai/ Rahn adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman nya.[1] Landasan hukum rahn tertulis dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 283 :

    "jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)................"

 Rukun Rahn

1.  Rahin (yang menggadaikan)

2.  Murtahin (Yang menerima gadai)

3.  Marhun/ Rahn (barang yang digadaikan)

4.  Marhun bih (hutang)

5.  Sighat (Ijab dan Qabul)

Status barang gadai, pada dasarnya barang digadaikan adalah sebagai jaminan dari peminjam untuk dipegang oleh si pemberi pinjaman. Sehingga barang gadai adalah amanah yang harus dijaga oleh si pemberi pinjaman. Barang gadai tetap menjadi milik yang berhutang (Rahin). Biaya perawatan ditanggung oleh Rahin karena memang barang yang digadaikan adalah miliknya. Perlu digaris bawahi tujuan gadai adalah sebagai bentuk jaminan kepercayaan dan keamanan dan bukan untuk memberi keuntungan pada Murtahin.[2]

Penggunaan barang gadai oleh rahin, pada masyarakat menjadi hal yang biasa barang gadai dimanfaatkan oleh Murtahin. Contoh dalam gadai motor, rahin menawarkan motornya kepada murtahin sebagai barang gadai. Meskipun tidak secara jelas disampaikan bahwa motor tersebut boleh dipakai, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan barang gadai digunakan oleh murtahin. Sehingga secara tidak langsung menggunakan barang gadai merupakan syarat bagi murtahin Ketika menggadai motor tersebut. Jika kita melihat kembali bahwa pada dasarnya rahn adalah transaksi pinjam meminjam dimana barang gadai adalah sebagai jaminan saja. Maka kegiatan pemanfaatan barang gadai adalah termasuk riba. Karena berdasarkan kaidah bahwa setiap manfaat dari utang piutang adalah riba.[3]




[1] ibdalsyah dan hendri tanjung, Fiqih Muamalah Konsep dan Praktek, 2015.

[2] Ammi Nur Baits, “Ada Apa dengan Riba,” Cetakan Pertama, Pustaka Muamalah Jogja, Yogyakarta, 2016.

[3] Baits.

Read More

Kamis, 24 September 2020

Daftar Artikel

Read More

baca juga